Respons Gagal Pemerintah AS terhadap Flu Burung Merugikan Peternak dan Konsumen
![]() |
Pict: jarun011 from Getty Images |
Opini oleh Rep. Nikki Budzinski (dikutip dari Fox News)
Flu burung yang
sangat menular kini menghancurkan pertanian Amerika. Virus mematikan ini
menyebar melalui burung migran dan kini menginfeksi unggas serta sapi perah di
seluruh Amerika Serikat. Bahkan, beberapa kasus pada manusia telah dilaporkan
di kalangan pekerja peternakan.
Sejak wabah
dimulai pada 2022, lebih dari 162 juta unggas telah dimusnahkan. Dalam 30 hari
terakhir, flu burung terdeteksi di 24 negara bagian, sementara hingga Desember
2024, infeksi pada sapi perah dilaporkan di 16 negara bagian. Situasi semakin
memburuk—infeksi meningkat, peternak menghadapi ketidakpastian pasar, dan harga
pangan melonjak, mengancam mata pencaharian peternak serta membebani konsumen.
Pada kuartal
terakhir, lebih dari 20 juta ayam petelur mati akibat flu burung, mengurangi
populasi ayam petelur konvensional hingga hampir 4% pada Januari. Pemerintah
federal telah menghabiskan USD 1,25 miliar untuk kompensasi peternak, tetapi
krisis tetap tidak terkendali.
Konsekuensi dari kesalahan pengelolaan ini telah menghantam konsumen Amerika. Harga telur melonjak hingga 37% di 2024, jauh melampaui tingkat inflasi pangan keseluruhan sebesar 2,5%. Pada Januari saja, harga telur melompat lebih dari 22%, mencapai titik tertinggi dari USD 7,09 per lusin. Diproyeksikan harga dapat mencapai hampir USD 10 per lusin pada akhir tahun.
Alih-alih menangani wabah dengan cepat dan efektif,
pemerintah federal justru mengambil langkah yang merugikan. Department of
Government Efficiency (DOGE) melakukan pemangkasan besar-besaran terhadap
tenaga kerja federal, termasuk personel kunci di layanan kesehatan dan
pengendalian penyakit. Di Centers for Disease Control and Prevention (CDC),
para ilmuwan yang bertanggung jawab atas respons wabah diberhentikan,
melemahkan kemampuan negara dalam menangani krisis ini.
Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) juga terdampak,
dengan pemecatan ahli mikrobiologi yang mengkhususkan diri dalam mitigasi
penyakit hewan. Pada 18 Februari, USDA secara terbuka mengakui kesalahan dalam
memberhentikan staf yang menangani kontrol dan mitigasi flu burung, namun
kerusakan telah terjadi.
Namun, tanggapan pemerintah tetap mengecewakan, seperti
pernyataan Sekretaris USDA, Brooke Rollins, yang menyarankan masyarakat
memelihara ayam sendiri—solusi yang tidak realistis dan berisiko.
Sementara itu,
solusi seperti impor telur tambahan juga tidak efektif karena adanya tarif
impor 25% dari Kanada dan Meksiko, yang justru membebani konsumen tanpa
membantu produsen lokal. Dana USD 500 juta untuk biosekuritas memang penting,
tetapi peternak tetap harus menanggung sebagian besar biayanya, yang bisa
semakin memperburuk kondisi mereka.
Komentar
Posting Komentar