(Sumber: https://www.pexels.com/photo/green-wheat-field-4057041/) |
Perubahan iklim merupakan masalah serius yang dihadapi masyarakat dunia. Dampaknya menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan manusia, salah satunya pertanian yang merupakan sektor penting terkait pangan dan hajat hidup orang banyak.
Kita mungkin sering mendengar istilah El nino dan La nina. Keduanya merupakan kondisi iklim ekstrem akibat efek pemanasan global. El nino atau yang awam dikenal dengan kekeringan menyebabkan tanaman mati, makhluk hidup kesulitan mengakses air, kebakaran hutan, dan dampak buruk lainnya.
(Sumber: https://www.pexels.com/photo/black-bird-perched-on-bare-tree-2496572/) |
Sementara itu, fenoma La nina yang merupakan kebalikan dari El Nino juga menyebabkan bencana banjir, tanah longsor, dan bencana lainnya.
Kedua fenomena tersebut tidak dapat dihindari, mengingat kondisi bumi yang sudah 'rusak' akibat perusakan lingkungan dan emisi gas rumah kaca (GRK) yang terus meningkat.
Di sektor pertanian, adaptasi dan mitigasi dapat dilakukan untuk menghadapi dampak perubahan iklim. Mulai dari pemilihan varietas, teknologi penanganan organisme pengganggu tanaman (OPT), teknologi saluran air, teknologi prediksi dan ramalan cuaca, dan teknologi lainnya.
Dikutip dari situs Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (https://www.litbang.pertanian.go.id/), ada varietas padi yang dikenal dengan istilah padi 'amfibi'. Istilah ini diberikan kepada varietas padi yang memiliki kemampuan beradaptasi terhadap kekeringan dan rendaman. Keren ya!
Beberapa varietas padi yang mempunyai kemampuan tersebut antara lain varietas Limboto, Batutegi, Towuti, Situ Patenggang, Situ Bagendit, Inpari 10 Laeya, Inpago 4, Inpago 5, Inpago 6, Inpago 7, Inpago 8, Inpago 9, Inpari 38 Agritan, dan Inpari 39 Agritan.
Kehadiran varietas padi adaptif tersebut tentunya bisa berkontribusi positif terhadap pertanian Indonesia. Sebab, (Sumber: https://www.pexels.com/photo/green-grass-field-under-blue-sky-4856511/)
Kebutuhan air paling tinggi adalah pada fase pembentukan anakan aktif, anakan maksimum, inisiasi pembentukan malai, bunting, dan pembungaan. Fenomena kekeringan maupun banjir memiliki dampak buruk pada pengembangan padi.
Kekeringan pada fase pertumbuhan generatif padi dapat menurunkan hasil sebesar 30-90%. Sehingga perlu untuk mengembangkan varietas yang adaptif kekeringan.
Sementara itu, fenomena banjir yang dapat menyebabkan kerusakan tanaman dapat diantisipasi dengan varietas padi yang memiliki gen Sub1 yaitu gen yang mengendalikan toleransi tanaman padi terhadap rendaman terutama pada fase vegetatif dan dapat bertahan pada kondisi rendaman selama 10-15 hari.
Tentu saja, varietas adaptif merupakan sebagian dari langkah kita untuk menghadapi dampak perubahan iklim. Masalah iklim merupakan masalah bersama penduduk bumi. Jadi, setiap orang juga perlu melakukan langkah kecil dari diri masing-masing untuk berkontribusi menjaga lingkungan mulai dari mengurangi penggunaan plastik, melakukan pemilahan sampah dengan baik, mengurangi food waste, dan berbagai tindakan lainnya. Semoga bumi kita lekas membaik!
Komentar
Posting Komentar